A. Pengertian
Harta
Harta secara umum ialah segala
sesuatu yang disukai manusia, seperti hasil pertanian, perak atau emas, ternak,
atau barang-barang lain yang termasuk perhiasan dunia. Adapun tujuan pokok dari
harta itu ialah membantu untuk memakmurkan bumi dan mengabdi pada Allah SWT.
B. Kedudukan
Harta
Semua harta baik benda maupun alat produksi adalah
milik Allah sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al Baqarah (2)
ayat 284 yang artinya, “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu
atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu
tentang perbuatan itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya; dan
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu”.
Dari arti ayat tersebut dapat diambil pengertian
tentang kesempurnaan keesaan Allah SWT dalam hal:
1.
Esa dalam
kekuasaan-Nya
Esa dalam kekuasaan-Nya maksudnya adalah apa yang
terjadi di alam ini adalah atas kehendak Allah, tidak ada sesuatupun yang dapat
mengubah kehendak-Nya. Apabila Dia menghendaki adanya sesuatu, maka adalah dia.
Hanya Dialah yang dapat mengetahui perbuatan hamba-Nya, serta mengampuni atau
mengadzabnya, dan keputusan yang adil hanyalah di tangan-Nya saja.
2.
Esa dalam
mengetahui segala yang terjadi di alam ini
Esa dalam mengetahui segala yang terjadi di alam ini
maksudnya ialah Allah SWT mengetahui yang besar dan yang kecil, yang tampak dan
tidak tampak oleh manusia. Segala yang terjadi, yang wujud di alam ini, maka
wujudnya itu tidak lepas dari pengetahuan Allah, tidak ada sesuatupun yang
luput dari pengetahuan-Nya.
3.
Esa dalam memiliki
seluruh makhluk
Esa dalam memiliki seluruh makhluk maksudnya adalah
hanya Allah SWT sajalah yang menciptakan, menumbuhkan, mengembangkan dan
memiliki seluruh alam ini, tidak ada sesuatupun yang berserikat dengan Dia.
C. Fungsi Harta
1.
Berfungsi
menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang mahdah, sebab untuk ibadah diperlukan
alat-alat yang harus dimiliki demi terjadinya kelancaran ibadah.
2.
Untuk meningkatkan
keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
3.
Meneruskan
(melangsungkan) kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya.
4.
Untuk
menyelaraskan/menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat.
5.
Untuk
mengembangkan dan menegakan ilmu-ilmu.
6.
Untuk memutarkan
peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan.
7.
Untuk menumbuhkan
silaturrahim.
D. Pengertian
Kepemilikan
Kalimat milkiyah menurut bahasa berarti memiliki atau
mempunyai sesuatu, milkiyah dapat juga diartikan dengan memiliki sesuatu dan
sanggup bertindak secara bebas terhadapnya. Sedangkan milkiyah menurut istilah
adalah suatu kekhususan yang dapat menghalangi yang lain, menurut hukum syara’
yang membenarkan bagi pemiliknya untuk bertindak terhadap barang miliknya
sekehendaknya, kecuali ada hal yang menghalanginya.
Dalam kaitannya dengan pengaturan kekayaan, islam
menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek pengelolaan dan pemanfaatannya,
yaitu sebagai berikut:
1.
Pemanfaatan kekayaan.
Artinya bahwa kekayaan di bumi merupakan anugerah dari
Allah SWT bagi kemakmuran dan kemaslahatan hidup manusia.
- Pembayaran zakat
Zakat merupakan suatu bentuk istrumen ekonomi yang
berlandaskan syariat yang berfungsi untuk menyeimbangkan kekuatan ekonomi di
antara masyarakat agar tidak terjadi goncangan kehidupan masyarakat yang
ditimbulkan dari ketidakseimbangan mekanisme ekonomi dalam pengaturan aset-aset
ekonomi masyarakat.
3.
Penggunaan harta benda secara berfaedah
Sumber-sumber ekonomi yang dianugerahkan Allah SWT
bagi manusia adalah merupakan wujud dari sifat kasih sayang-Nya. Sehingga
pemanfaatan sumber-sumber ekonomi harus benar-benar digunakan bagi
kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya. Islam sangat mencela semua
tindakan yang dapat mengganggu keseimbangan lingkungan dan mengancam
kelestarian hidup manusia.
4.
Penggunaan harta benda tanpa merugikan orang
lain
Penggunaan aset ekonomi senantiasa diorientasikan bagi
kepentingan hidup manusia secara keseluruhan. Dalam perspektif ekonomi
pemanfaatan sumber ekonomi di samping efisien juga harus mencapai Pareto optimality,
artinya bahwa sumber daya ekonomi benar-benar dapat digunakan bagi kemaslahatan
hidup masyarakat.
5.
Memiliki harta benda secara sah
Hak seseorang dalam penggunaan harta harus benar-benar
memerhatikan kaidah syariat. Tidak dibenarkan seseorang menggunakan harta yang
bukan miliknya. Aturan syariat dalam penggunaan harta menjamin ketertiban hidup
di tengah masyarakat.
6.
Penggunaan berimbang
Pemanfaatan kekayaan menyangkut pemenuhan hidup
manusia. Kebutuhan manusia menyangkut aspek jasmani dan rohani, dimensi
manusiawi dan ukhrowi, aspek pribadi dan sosial. Penggunaan kekayaan harus
senantiasa memerhatikan keseimbangan aspek-aspek tersebut agar dapat mencapai
tingkap kemanfaatan yang optimal. Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah
manusia sehingga seluruh aturan syariat pasti menjamin keseimbangan dalam
kehidupan manusia.
7.
Pemanfaatan sesuai dengan hak
Pemanfaatan kekayaan harus disesuaikan dengan
prioritas dan kebutuhan yang tepat. Pilihan prioritas harus diterapkan secara
baik agar dapat mencapai kebutuhan yang diinginkan. Kesalahan dalam menetapkan
prioritas akan menyebabkan kesalahan dalam merumuskan kebijakan sehingga akan
berdampak pada tidak tercapainya tujuan yang diharapkan.
8.
Kepentingan kehidupan
Pemanfaatan kekayaan harus selalu dikaitkan dengan
kepentingan kelangsungan hidup manusia. Islam telah membuat satu aturan yang
rapi dan teratur menyangkut pemanfaatan dan penggunaan kekayaan termasuk dalam
hal pengaturan harta waris.
E. Sebab – sebab
Kepemilikan
Sebab-sebab adanya kepemilikan yang ditetapkan oleh
hukum syara’ ada lima macam, yaitu :
v Bekerja (al-‘amal),
Artinya
sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan sehari – harinya maka manusia memerlukan
harta. Tuhan menyatakan bahwa seluruh bumi dan langit adalah kepemilikan-Nya
semata. Manusia hanya sebagai khalifa ( wakil ) saja di bumi. Oleh sebab itu
kekayaan alam yang telah disediakan oleh Tuhan dalam bumi ini harus diperoleh
manusia untuk memenuhi kebutuhan insaninya denganjalan bekerja. Adapun
pekerjaan yang dikehendaki dalam Islam adalah sebagai berikut :
a. Menghidupkan
tanah mati ( ihya’al mawat )
Yaitu mengolah,
menanami, atau mendirikan bangunan diatas tanah yang tidak ada pemiliknya, dan
tidak dimanfaatkan oleh siapapun. Artinya memenfaatkan tanah tersebut dengan
cara apapun hingga menjadikan tanah tersebut hidup. Hal itu menjadikan
seseorang memiliki tanah tersebut.
b. Menggali
kandungan bumi seperti melakuka penambangan.
Ada juga jenis
harta yang disamakan statusnya dengan harta yang digali dari perut bumi yaitu
harta yang diserap dari udara misalnya oksigen, dan semua ciptaan Allah yang
diperblehkan syariah dan dibiarkan untuk digunakan.
c. Berburu.
Harta yang didapat
dari hasil buruan darat dan buruan laut dan lain – lain adalah menjadi milik
orang yang memburunya sebagaimana halnya yang berlaku dalam perburuan hewan –
hewan lainnya.
d. Makelar
( samsarah ) dan pemandu ( dalalah ).
Makelar adalah
panggilan bagi orang yang bekerja bagi orang lain guna mendapatkan upah baik
untuk keperluan menjual maupaun membelikan. Begitu juga panggilan untuk seorang
pemandu.
e. Mudharabah.
Mudharabah adalah
kerjasama antara dua orang dalam suatu perniagaan atau perdagangan dengan kata
lain mudharabah yaitu meleburnya tenaga di satu pihak bekerja dan yang lain
menyerahkan harta. Selanjutnya kedua belah pihak menyepakati mengenai
prosentase tertentu dari profit yang didapatkan. Mudharabah mengharuskan adanya
modal yang diterima oleh mudharib dengan ketentuan pengelola boleh mengajukan
persyaratan sehingga harta tersebut bisa menjadi miliknya.
f. Musaqat
.
Musaqat adalah seseorang
menyerahkan kebunnya kepada orang lain agar ada yang mengurus dan merawatnya
dengan harapan mendapat imbalan berupa bagian dari hasil panen kebun karena
kebun tersebut memerlukan banyak penyiraman biasanya menggunakan air dari sumur
bor. Kecuali untuk kebun kurma, pohon dan kebun anggur karena hukumnya mubah.
Musaqat hanya berlaku untuk pohon yang berbuah dan bermanfaat.
g. Ijarah
( kontrak kerja ).
Ijarah adalah
usaha seorang majikan memperoleh manfaat dari seorang pekerja atau pembantu dan
usaha pekerja atau pembnatu guna mendapat upah dari majikan. Artinya ijarah
adalah transaksi jasa dengan adanya suatu kompensasi atau imbalan yang bertumpu
pada manfaat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja atau pembantu.
v Pewarisan (kholafiyah)
Yang dimaksud kholafiyah disini adalah pewarisan atau
dengan kata lain bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru, di tempat yang
telah lama atau hilang dalam berbagai macam hak. Adapun macam-macam kholafiyah
itu ada dua macam, yakni :
a.
Kholafiyah
syakhsyun ‘an syakhsyin, yaitu kholafiyah bermakna warisan. Adapun maksudnya
adalah seseorang yang menerima warisan (al-warits) kedudukannya orang yang
memberi warisan (al-muwarits), dalam hal memiliki atau menyatakan harta pustaka
yang ditinggalkan oleh al-muwarits, oleh karena itu kepemilikan semisal
berhukum sah dan tidak melanggar hukum syara’.
b.
Kholafiyah syaa’in
‘an syaa’in, yaitu kholafiyah bermakna tadhim atau ta’widh (menjamin kerugian)
maksudnya adalah apabila seseorang merugikan barang milik orang lain seperti
meminjam sepeda milik orang lain akhirnya di tengah jalan sepeda itu rusak,
maka peminjam harus mengganti atas kerusakan sepeda tersebut.
v Keperluan harta untuk mempertahankan hidup,
Kebutuhan
harta sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa harta merupakan naluriyah
setiap manusia. Lebih dari pada itu untuk mempertahankan eksistensinya dalam
alam ini maka manusia harus berusaha memperoleh harta. Dalam konteks
ketatanegaraan Islam, dalam rangka untuk menyambung kehidupan maka negara
sebagai institusi yang mempunyai wewenang terhadap kesejahteraan dan kemakmuran
rakyatnya maka negara wajib mengusahakan dan memberikan lapangan pekerjaan pada
masyarakat. Negara dalam pandangan Islam diibaratkan sebagai penggembala, yang
bertanggungjawab terhadap seluruh kebutuhan gembalanya ( rakyat ).
v Pemberian negara (i’ thau ad-daulah)
Yang
dimaksud dengan harta negara yang dapat dijadikan harta pribadi (milik pribadi)
adalah harta yang terdapat dalam baitul maal. Terkait dengan ketatanegaraan
Islam maka jika ada masyarakat yang mengalami kesusahan seperti kelaparan dan
tidak mempunyai lahan pertanian, maka negara wajib memerikan harta yang
terdapat dalam baitul maal tersebut kepada orang yang mengalami kesusahan itu.
Hal ini pernah dilakukan oleh khalifah Umar bi Khattab ra. yang memberikan pada
petani Iraq harta dari baitul maal untuk membiayai lahan pertaniannya.
Pemberian yang semacam ini dalam pandangan Slam bisa menjadi hak milik pribadi.
v Harta
yang diperoleh tanpa adanya kompensasi apapun
Harta
semacam ini adalah seperti hadiah dan hibah dari orang lain. Adapun dalam
pandangan Islam harta yang dapat dimilik tanpa adanya kompensasi apapun adalah
dalam beberapa hal, antara lain :
a. Hubungan
pribadi antara orang satu dengan orang yang lain.
Harta yang
diperoleh dari hubungan pribadi ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu pertama
harta yang didapat pada saat hubungan itu masih hidup dalam artian keduanya
masih hidup. Seperti harta yang berasal dari hadiah dan hibah. Kedua harta yang
didpat setelah salah satunya meninggal. Harta semacam ini adalah seperti waris
dan wasiat.
b. Karena
ganti rugi atas kemadlorotan yang ditimpa.
Seperti dalam
kasus pembunuhan yang pelakunya dikenai diyat.
c. Luqoth
( barang temuan ).
Barang temuan
ebelum menjadi hak milik maka harus diperhatikan terlebih dahulu apakah barang
tersebut memungkinkan untuk diumumkan dan disimpan serta bukan barang milik
orang yang yang sedang ihrom.
d. Mahar
dari sebuah pernikahan.
e. Santunan
yang diberikan oleh khalifah pada para pejabatnya.
No comments:
Post a Comment