Evaluasi kinerja portofolio merupakan
tahap kelima dalam proses keputusan investasi. Tahapannya adalah penentuan
tujuan investasi, penentuan kebijakan investasi, pemilihan strategi portofolio,
pemilihan aset, serta pengukuran dan evaluasi kinerja portofolio.Tahap
pengukuran dan evaluasi kinerja ini meliputi pengukuran kinerja portofolio dan
pembandingan hasil pengukuran tersebut dengan kinerja portofolio lainnya
melalui proses benchmarking.
Kerangka Kerja
untuk mengevaluasi kinerja portofolio
Evaluasi Kinerja Portofolio pada dasarnya terkait
dengan dua isu utama:
1.
Mengevaluasi
apakah return portofolio yang telah dibentuk mampu memberikan return yang
melebihi (di atas) return portofolio lainnya yang dijadikan patok duga (benchmark).
2.
Mengevaluasi
apakah return yang diperoleh sudah sesuai dengan tingkat risiko yang harus
ditanggung.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam EKP,
adalah:
1.
Tingkat
risiko
Seperti telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya
tentang adanya Trade-off antara risiko dan return, di mana semakin tinggi
tingkat risiko maka semakin tinggi pula tingkat return yang diharapkan. Dalam
mengevaluasi kinerja portofolio harus memperhatikan apakah tingkat return
portofolio yang diperoleh sudah cukup memadai untuk menutup risiko yang
ditanggung.
2.
Periode
waktu
Faktor waktu juga akan mempengaruhi tingkat return
portofolio. Oleh karena itu, pada saat mengevaluasi kinerja suatu portofolio
kita juga perlu memperhatikan faktor periode waktu yang digunakan.
Misalnya, dalam penilaian kinerja dari dua jenis portofolio
A dan B yang menawarkan tingkat return yang sama (misalnya masing-masing 15%),
kita juga perlu memperhatikan berapa lama periode waktu untuk masing-masing
portofolio tersebut (misalkan portofolio A selama 10 tahun sedangkan portofolio
B ternyata hanya 5 tahun).
3.
Penggunaan
patok duga (bechmark) yang sesuai
Dalam melakukan evaluasi kinerja suatu portofolio,
kita perlu membandingkan return portofolio tersebut dengan return yang bisa
dihasilkan oleh alternatif portofolio lain yang sebanding. Maka, proses
evaluasi kinerja investasi harus melibatkan perbandingan kinerja portofolio
dengan suatu alternatif portofolio lain yang relevan. Portofolio yang terpilih
sebagai payok duga (bechmark) tersebut harus bisa secara akurt mencerminkan
tujuan yang diinginkan oleh investor.
4.
Tujuan
investasi
Evaluasi kinerja suatu portofolio juga perlu
memperhatikan tujuan yang ditetapkan oleh investor atau manajer investasi.
Tujuan investasi yang berbeda akan mempengaruhi kinerja portofolio yang
dikelolanya, Misalnya, jika tujuan investasi seorang investor adalah
pertumbuhan jangka panjang, maka kinerja portofolio yang dibentuknya akan
relatif lebih kecil dari kinerja portofolio yang dibentuk dengan tujuan
mendapatkan keuntungan jangka pendek.
A.
Pertimbangan
Return dan Risiko
Penilaian kinerja suatu portofolio umumnya
dimulai dengan mengukur tingkat return dari portofolio tersebut. Salah satu
cara untuk menghitung tingkat return suatu portofolio adalah dengan cara
menjumlahkan semua aliran kas yang diterima (penjumlahan dividen atau
pendapatan bunga selama periode investasi dengan selisih perubahan nilai pasar
portofolio (capital gain /loss)), dan kemudian dibagi dengan nilai pasar
portofolio pada awal periode.
Metode penghitungan tingkat return
portofolio tersebut memang terlihat cukup sederhana dan mudah untuk
menghitungnya. Akan tetapi, metode yang sederhana tersebut sebenarnya tetap
mengandung kelemahan, karena hanya sesuai untuk menghitung tingkat return
portofolio yang bersifat "statis", yaitu portofolio yang tidak
mempunyai aliran kas keluar maupun masuk dari investor.
Besarnya tingkat return yang ditawarkan
oleh portofolio yang dimiliki investor bisa diukur dengan metode time-weighted
rate of return (TWR). Besarnya TWR ini tidak dipengaruhi oleh penambahan atau
penarikan dana yang dilakukan oleh investor selama periode perhitungan return
portofolio.
TWR bisa dihitung dengan membagi periode
perhitungan return portofolio ke dalam beberapa sub periode perhitungan. Setiap
subperiode dihitung terlebih dahulu masing-masing returnnya, dan selanjutnya
return dari keseluruhan periode perhitungan portofolio bisa dihitung dengan
menggunakan rumus berikut ini:
TWR = (1,0 + S1) (1,0 + S2)...........(1,0
+ SN) -1,0
di
mana, S dalam persamaan di atas melambangkan return yang diperoleh dalam setiap
subperiode perhitungan.
Sebagai
contoh, misalnya suatu portofolio yang diamati selama 5 tahun terdiri dari 3
subperiode aliran kas yang masing-masing memberikan return berturut-turut
sebesar 5%; 8%; dan 10%. Dari data tersebut maka kita bisa menghitung return
portofolio berdasarkan metode TWR, sebagai berikut:
TWR = (1,0 + 0,05) (1,0 + 0,08) (1,0 + 0,1)
-1,0
=
(1,05) (1,08) (1,1) -1,0
=
0,247 atau 24,7%.
Metode
perhitungan yang lainnya, yaitu DWR bisa dihitung dengan mencari tingkat suku
bunga yang bisa menyamakan nilai awal portofolio dengan semua aliran kas yang
terjadi ditambah nilai akhir portofolio. Perhitungan dengan metode ini sudah
memperhatikan aliran kas yang masuk dan keluar selama periode perhitungan
re¬turn portofolio. Rumus untuk menghitung TWR adalah sebagai berikut
Nilai awal portofolio di
mana:
Dt
= penambahan dana pada saat t
Wt
= penarikan dana pada saat t
n
= jumlah penambahan dana selama periode perhitungan
m
= jumlah penarikan dana selama periode perhitungan.
r = tingkat bunga yang
menyamakan nilai awal portofolio dengan semua aliran kas (masuk dan atau keluar)
ditambah nilai akhir portofolio.
Besarnya r ini sekaligus
merupakan tingkat return portofolio yang dihitung dengan metode TWR.
Ukuran
Kinerja yang telah diseusaikan dengan Risiko (Risk-Adjusted Performnce)
Seperti
telah dijelaskan di atas bahwa untuk melihat kinerja sebuah portofolio kita
tidak bisa hanya melihat tingkat return yang dihasilkan portofolio tersebut,
tetapi kita juga hams memperhatikan faktor-faktor lain seperti tingkat risiko
portofolio tersebut. Dengan berdasarkan pada teori pasar modal, beberapa ukuran
kinerja portofolio sudah memasukkan faktor return dan risiko dalam
perhitungannya. Beberapa ukuran kinerja portofolio yang sudah memasukkan faktor
risiko adalah indeks Sharpe, indeks Treynor, dan indeks Jensen.
1. Indeks
Sharpe
Indeks Sharpe
dikembangkan oleh William Sharpe dan sering juga disebut dengan reward-to-variability ratio. Indeks
Sharpe mendasarkan perhitungannya pada konsep garis pasar modal (capital market
line) sebagai patok duga, yaitu dengan cara membagi premi risiko portofolio
dengan standar deviasinya. Dengan demikian, indeks sharpe akan bisa dipakai
untuk mengukur premi risiko untuk setiap unit risiko pada portofolio tersebut.
Untuk menghitung indeks Sharpe, kita bisa menggunakan persamaan berikut ini:
Dalam hal ini :
= indeks Sharpe portofolio
= rata-rata return portofolio p selama periode pengamatan
= rata-rata tingkat return bebas risiko selama periode
pengamatan
= standar deviasi return portofolio p selama periode pengamatan
Indeks sharpe dapat
digunakan untuk membuat peringkat dari beberapa portofolio berdasarkan
kinerjanya. Semakin tinggi indeks sharpe sutu portofolio dibanding portofolio
lainnya, amka semakin baik kinerja portofolio tersebut. Sebagai ilustrasi
ilustrasi penggunaan indeks sharpe, berikut akan digunakan contoh kinerja 4
jenis portofolio (A, B, C, D) selama periode 1995-1999.
Tabel
return dan risiko 4 jenis portofolio selama 1995-1999
Portofolio
|
Rata
– rata return (%)
|
Standar
deviasi (%)
|
Beta
|
A
|
10,0
|
15,00
|
0,50
|
Bi
|
12,3
|
9,50
|
1,50
|
C
|
12,5
|
13,75
|
0,75
|
D
|
15,0
|
11,50
|
0,60
|
Pasar
|
13,0
|
12,00
|
-
|
RF
|
8,0
|
-
|
-
|
Dengan menggunakan informasi diatas, kita
dapat menentukan peringkat kinerja ke-4 portofolio tersebut berdasarkan indeks
sharpe.
Kinerja
ke-4 portofolio tersebut berdasarkan indeks sharpe
Portofolio
|
Indeks
sharpe
|
D
|
0,61
|
B
|
0,47
|
C
|
0,33
|
A
|
0,13
|
pasar
|
0,42
|
1. Pada Tabel tersebut terlihat bahwa dua jenis
portofolio yaitu portofolio B dan D mempunyai indeks Sharpe yang lebih besar
dari indeks Sharpe Pasar pada periode tersebut yang hanya sebesar 0,42.
2. Sedangkan untuk portofolio B dan C yang mempunyai
return yang hampir sama yaitu 12,3% dan 12,5%,
ternyata mempunyai kinerja yang berbeda. Hal ini dikarenakan kedua
portofolio tersebut mempunyai standar deviasi yang jauh berbeda yaitu 9,50 %
dan 13,75%.
3. Data tersebut menunjukkan bahwa portofolio C relatif
lebih berisiko dibanding portofolio B, karena dengan rata-rata return yang
hampir sama dengan B, ternyata C mempunyai risiko (dilihat dari standar
deviasi) yang lebih besar.
Kinerja
keempat portofolio menurut indeks Sharpe :
Dari gambar diatas
terlihat bahwa indeks sharpe besarnya sama dengan slope garis yang
menghubungkan titik return bebas risiko (RF) dengan posisi portofolio yang
dievaluasi (tanda panah). Semakin besar slope (semakin tegak) garis maka
semakin baik kinerja portofolio tersebut. Seperti diketahui sebelumnya bahwa
dua portofolio yaitu c dan a mempunyai indeks sharpe yang lebih kecil dibanding
pasar, sehingga kedua portofolio tersebut berada dibawah garis pasar modal.
Ketiga portofolio lainnya berada diatas garis pasar modal dengan potofolio d
sebagai portofolio dengan kinerjanya paling baik
2. Indeks
Treynor
Indeks Treynor merupakan
ukuran kinerja portofolio yang dikembangkan oleh Jack Treynor, dan indeks ini
sering disebut juga dengan reward to volatility ratio. Sama halnya seperti
indeks Sharpe, pada indeks Treynor, kinerja portofolio dilihat dengan cara
menghubungkan tingkat return portofolio dengan besarnya risiko dari portofolio
tersebut. Perbedaannya dengan indeks Sharpe adalah penggunaan garis pasar
sekuritas (security market line) sebagai patok duga, dan bukan garis pasar
modal seperti pada indeks Sharpe. Asumsi yang digunakan oleh Treynor adalah
bahwa portcfolio sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko yang
dianggap relevan adalah risiko sistematis (diukur dengan beta).
Cara mengukur indeks
Treynor pada dasarnya sama dengan cara meng-hitung indeks Sharpe, hanya saja
risiko yang diukur dengan standar deviasi pada indeks Sharpe diganti dengan
beta portofolio. Dengan demikian, indeks Treynor suatu portofolio dalam periode
tertentu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan seperti berikut ini:
Dalam hal ini :
= indeks
Treynor portofolio
= rata-rata
return portofolio p selama
periode pengamatan
= rata
–rata tingkat return bebas risiko selama periode pengamatan
=
beta portofolio p
Sebagai
contoh adalah sebagai berikut:
Kinerja
ke-4 portofolio berdasarkan indeks treynor
Portofolio
|
Indeks
treynor
|
D
|
11,67
|
C
|
6,00
|
A
|
4,00
|
B
|
2,87
|
Pasar
|
5,00
|
Dari
tabel diatas, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara peringkat kinerja
portofolio dengan menggnakan indeks sharpe dan dengan menggnakan indeks
treynor. Hal ini dikarenakan besarnya standar deviasi dan beta portofolio
berbeda.
Pada
tabel diatas terlihat bahwa dua portofolio yang mempunyai indeks treynor yang
lebih besar dari indeks pasaradalah portofolio D dan C. Jika digambarkan maka
kedua portofolio tersebut berada diatas garis pasar sekuritas.
Sesuai dengan tabel Kinerja
ke-4 portofolio berdasarkan indeks treynor, portofolio yang mempunyai indeks Treynor yang lebih
kecil dari indeks Treynor pasar akan terletak dibawah garis pasar sekuritas,
dan hal ini menunjukkan bahwa kinerja portofolio tersebut berada dibawah
kinerja pasar.
Sebaliknya portofolio yang berada di atas garis pasar
sekuritas mempunyai kinerja di atas kinerja pasar. Semakin besar slope
garis atau semakin besar indeks Treynor yang dimiliki sebuah portofolio,
berarti kinerja portofolio tersebut akan menjadi relatif lebih baik dibanding
portofolio yang mempunyai indeks Treynor yang lebih kecil.
a. Penjelasan
tersebut menunjukkan bahwa Indeks
Sharpe dan indeks Treynor akan memberikan informasi peringkat kinerja
portofolio yang berbeda. Pilihan indeks mana yang akan dipakai tergantung dari
persepsi investor terhadap tingkat diversifikasi dari portofolio tersebut.
Karena dalam indeks
Sharpe, risiko yang dianggap relevan adalah risiko total (penjumlahan risiko
sistematis dan risiko tidak sistematis), sedangkan pada indeks Treynor hanya
menggunakan risiko sistematis (beta) saja. Maka jika suatu portofolio dianggap telah terdiversifikasi
dengan baik, berarti return portofolio tersebut hampir semuanya dipengaruhi
oleh return pasar. Untuk portofolio tersebut tentu saja lebih tepat jika kita
menggunakan indeks Treynor. Sebaliknya Jika return suatu portofolio hanya sebagian kecil saja yang dipengaruhi
return pasar, tentu saja lebih tepat
jika digunakan indeks Sharpe sebagai alat ukur untuk mengevaluasi kinerja
portofolio tersebut.
3. Indeks
Jensen
Indeks
Jensen merupakan indeks yang menunjukkan perbedaan antara tingkat. return
aktual yang diperoleh portofolio dengan tingkat return yang diharapkan jika
portofolio tersebut berada pada garis pasar modal. Persamaan untuk indeks
Jensen ini adalah:
Dalam hal ini :
= indeks Jensen
portofolio
= rata-rata return
portofolio p selama periode
pengamatan
= rata-rata tingkat return bebas risiko selama periode
pengamatan
=
beta portofolio p
Persamaan
indeks Jensen dengan indeks Treynor adalah bahwa kedua indeks ukuran kinerja
portofolio tersebut menggunakan garis pasar sekuritas sebagai dasar untuk
membuat persamaan. Sedangkan perbedaannya adalah bahwa indeks Treynor sama
dengan slope garis yang menghubungkan posisi portofolio dengan return bebas
risiko, sedangkan indeks Jensen merupakan selisih antara return portofolio
dengan return portofolio yang tidak dikelola dengan cara khusus (hanya
mengikuti return pasar), sepert yang akan ditunjukkan di grafik di bawah.
Tanda
panah pada Gambar di bawah ini menunjukkan besarnya indeks Jensen untuk
portofolio D. Disamping itu, indeks Jensen juga menunjukkan besarnya perbedaan
return antara portofolio dengan return portofolio yang tidak dikelola dengan
cara' khusus (hanya mengikuti return pasar) dengan tingkat risiko yang sama.
Hal ini dapat terlihat dengan jelas pada persamaan berikut ini:
Persamaan
diatas memperlihatkan bahwa indeks Jensen merupakan selisih return abnormal
portofolio p selama satu periode dengan premi risiko portofolio yang seharusnya
diterima dengan menggunakan tingkat risiko sistematis tertentu dan model CAPM.
Oleh karena itu nilai indeks Jensen bisa saja lebih tertentu dan model CAPM.
Oleh karena itu nilai indeks Jensen bisa saja lebih besar (positif),l kecil
(negatif atau sama (nol). Tetapi dalam penggunaan indeks Jensen untuk
mengevaluasi kinerja portofolio, kita perlu melakukan pengujian apakah
perbedaan kedua return tersebut signifikan. Bisa saja suatu portofolio
mempunyai indeks Jensen tertentu, tetapi setelah dilakukan pengujian ternyata
angka tersebut tidak signifikan.
Kinerja
keempat portofolio menurut indeks Jensen
(A
= A, B = B, C = C dan D = D)
Ketiga ukuran kinerja
portofolio di atas tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya kesalahan dalam
pengukuran. Seperti telah dijelaskan bahwa ketiga ukuran tersebut menggunakan
dasar CAPM. Padahal seperti kita tahu bahwa model CAPM merupakan model
keseimbangan yang menggunakan asumsi-asumsi yang sangat sulit kita temukan
dalam kondisi nyata, sehingga penggunaan model CAPM bisa menyebabkan adanya
bias dalam pengukuran
Dapatkan pengalaman bermain taruhan online anda yang terbaik di agen judi online terbaik. Dapatkan bonus hingga sebesar 15% perhari.. info lebih lanjut. Hubungi kami di WA: +62-812-2222-995
ReplyDelete