Tuesday, 24 May 2016

Pangeran Amat Mude

Pangeran Amat Mude merupakan cerita rakyat Aceh yang dikisahkan secara turun temurun. Kisah Rakyat Aceh ini menceritakan seorang Pangeran yang berusaha mengambil haknya sebagai Putra mahkota. 
Raja dan Ratu Negeri Alas sudah lama menikah, tapi mereka belum dikaruniai anak. Akhir-akhir ini, Raja sering melamun, cemas memikirkan nasib Kerajaan Alas jika mereka tak memiliki putra mahkota. Ratu berusaha untuk menghibur Raja. “Kita sudah berusaha keras. Sebaiknya kita bersabar dan terus berdoa, Kanda.” Raja tersenyum dan menjawab, “Sungguh Kanda beruntung memiliki istri seperti Dinda. Benar, kita tak boleh berhenti berusaha dan berdoa. Semoga Tuhan mengabulkan doa kita.”
Suatu pagi, Ratu tak enak badan dan tubuhnya lemas. Raja panik. Tabib kerajaan dipanggil untuk memeriksa Ratu. “Selamat Baginda. Ratu sedang mengandung, ” kata Tabib sambil menyalami tangan Raja. Raja dan Ratu amat senang mendengar perkataan tabib itu. Mereka mengucap syukur pada Tuhan. Kabar kehamilan Ratu pun cepat tersebar. Seluruh rakyat bersuka cita.
Ratu melahirkan bagi laki-laki yang sempurna, tampan, berkulit bersih, dan berambut tebal. Raja menggelar pesta besar-besaran untuk menyambut putranya. Selain seluruh rakgat, semua hewan dan makhluk halus pun turut diundang. Dalam pesta itu, Raja mengumumkan, bahwa putranya bernama Amat Mude.
Pangeran Amat Mude tumbuh menjadi anak yang lucu dan pintar. Usianya belum genap 10 tahun ketika sang Raja mulai sakit-sakitan dan akhirnya meninggal dunia. Seluruh rakyat berduka. Lalu muncul persoalan. Siapa yang akan memerintah kerajaan? Pangeran Amat Mude masih sangat kecil. Karena itu, Ratu memutuskan untuk menyerahkan takhta sementara pada adik Raja. Sang Paman setuju. Rencananya ia akan memerintah sampai Pangeran Amat Mude cukup umur. Namun lama-kelamaan sang Paman lupa diri. Ia ingin menjadi raja selamanya. Ia lalu mencari cara untuk menyingkirkan Pangeran Amat Mude. Mula-mula kamar Ratu dan Pangeran dipindahkan ke belakang. Lalu sang Paman juga mengabaikan kesejahteraan sang Ratu. Ratu yang baik hati tidak berprasangka buruk dan menerima semua perlakuan itu.
Suatu hari sang Paman mengumpulkan para prajurit dan mengeluarkan perintah, “Ajaklah Ratu dan Pangeran berburu ke hutan, kemudian tinggalkan mereka di sana.” Para prajurit bingung. “Bukankah Pangeran Amat Mude adalah putra mahkota Negeri Alas?” tanya mereka. “Tutup mulut! Akulah Raja Negeri Alas. Laksanakan perintahku atau kalian kuhukum,” jawab sang Paman. Akhirnya Ratu dan Pangeran Amat Mude dibuang ke hutan.
Pangeran Amat Mude adalah anak yang pintar dan tidak manja. Meskipun hidup di rumah sederhana di hutan, ia tak pernah mengeluh. Ia bahkan sering membantu ibunya mencari makanan atau buah-buahan ke kedalaman hutan.
Suatu hari, ketika Pangeran Amat Mude mencari buah-buahan, ia menemukan sungai yang penuh ikan. Dengan ranting pohon yang sudah diasah tajam, ia menangkap ikan-ikan itu. Dalam sekejap, ia berhasil menangkap beberapa ekor ikan. Sesampainya di rumah, Ratu menyambut hasil tangkapan itu dengan gembira.
Saat membersihkan perut ikan, Ratu merasa ada benda keras di dalamnya. Ratu mengira itu adalah telur ikan. Namun setelah diamati, ternyata itu adalah emas. Ratu berteriak, “Anakku… cepatlah kemari. Lihat, Ibu menemukan sebutir emas di dalam perut ikan ini.” Pangeran Amat Mude terkejut. Lalu ia membantu ibunya membuka perut-perut ikan yang lain. Ternyata setiap ikan memiliki sebutir emas dalam perutnya.
Mereka mengucap syukur pada Tuhan. Ratu kemudian menjual emas itu, dan uangnya digunakan untuk membeli rumah yang layak huni. Ia juga membeli selimut dan pakaian baru untuk putranya. Setiap hari Pangeran pergi menangkap ikan dan menjual emasnya. Uang mereka menjadi banyak. Sekarang mereka memiliki rrumah yang bagus, ternak, dan kebun gang luas. Mereka juga tak lupa membantu orang miskin.
Pangeran Amat Mude kini telah dewasa. Kekayaan dan kedermawanannya terdengar sampai ke Negeri Alas. Pamannya tak mengira jika dia masih hidup. Dipikirnya Pangeran Amat Mude dan ibunya telah mati diterkam harimau. Ia memerintahkan para prajuritnya untuk menjemput Pangeran Amat Mude kembali ke istana.
Di istana, sang Paman berkata. “Amat Mude, kau sudah dewasa sekarang. Mungkin sudah saatnya kau menjadi raja. Tapi tidak semudah itu. Kau boleh menjadi raja jika berhasil memetik sebutir kelapa gading. Bukan kelapa gading sembarangan, tapi kelapa gading dari pulau kecil di tengah laut. Jika kau berhasil, kau boleh kembali ke istana. Tapi jika gagal, takhta kerajaan ini selamanya menjadi milikku,” lanjut pamannya. Dalam hati, sang Paman tertawa. Laut itu dijaga oleh tiga hewan buas yang siap memangsa siapa saja yang lewat. “Amat Mude tak mungkin selamat!” pikirnya. Pangeran setuju. Ia memang ingin kembali ke istana demi kebahagiaan ibunya.
Saat Pangeran Amat Mude mendayung, air laut bergejolak. Perahu yang ditumpanginya nyaris terbalik. Ia amat ketakutan. Lalu, munculah seekor ikan besar didampingi seekor buaya dan seekor naga. “Hai, Anak Muda! Berani-beraninya kau melewati wilayah kami tanpa izin? Siapa kau clan hendak ke mana?” tanya ikan itu. Dengan gemetar, Pangeran Amat Mude menjawab “Na… na… namaku Amat Mude. Aku hendak ke pulau di tengah laut untuk memetik sebutir kelapa gading.”
“Amat Mude? Apakah kau putra Raja Negeri Alas?” tanya Buaya dan Naga bersamaan. “B… b… benar… dari mana kalian tahu?” tanya Pangeran Amat Mude. Mereka tertawa clan berkata “Ayahmu adalah sahabat kami. Kami dulu diundang ke pesta kelahiranmu. Tak kusangka kau sekarang sudah menjadi pemuda yang gagah.”
“Tenanglah, kami akan membantumu sampai ke pulau itu,” sambung Naga. Sebelum berpisah, Naga memberi Pangeran Amat Mude sebuah cincin ajaib yang bisa mengabulkan semua permintaannya.
Ternyata pohon kelapa itu tinggi sekali. Pangeran Amat Mude nyaris putus asa. Tiba-tiba ia teringat pada cincin ajaib dan berbisik pada cincin itu, “Bantulah aku memetik sebutir kelapa gading.” Ajaib! Dengan mudah ia berhasil memanjat dan memetik sebutir kelapa gading. Ia mengucap syukur lalu mendayung perahunya pulang.
“Paman, ini kelapa gading yang Paman minta. Sekarang saatnya Paman menepati janji.” Sang Paman heran. Bagaimana mungkin Amat Mude bisa kembali dengan selamat? Lalu sadarlah ia, Pangeran Amat Mude memang ditakdirkan untuk menjadi raja. Tuhan selalu melindungi anak itu dari segala niat jahatnya. “Amat Mude, kau memang layak menjadi raja. Mulai sekarang, kau adalah raja Negeri Alas yang sah.”
Sejak itu, Negeri Alas dipimpin oleh Raja Amat Mude. Ia memimpin dengan arif bijaksana, persis seperti ayahnya. Ia juga tak dendam dan tetap mengizinkan Pamannya tinggal di istana. Namun sang paman menolak. Ia memilih untuk keluar dan hidup sebagai rakyat biasa.




No comments:

Post a Comment