Paga adalah seorang pemuda yang hidup pada zaman dahulu. Tubuhnya
terbilang kecil namun keberaniannya sangat mengagumkan. Pada suatu hari
ia datang ke desa Penyak di Pulau Bangka. Ia merasa betah tinggal di
desa itu hingga akhirnya memutuskan untuk menetap, walau sesungguhnya
keamanan desa Penyak tidaklah terlalu baik. Kerap kali terjadi
perampokan dan penjarahan di desa Penyak. Yang mengherankan, para
perampok dan penjarah itu langsung menghilang setelah melakukan aksi
jahat mereka. Warga desa tidak mengetahui dari mana para perampok itu
berasal dan kemana pula mereka pergi. Para perampok itu seperti hilang
ditelan bumi setelah melakukan aksi jahatnya.
Di desa Penyak itu juga terdapat hutan yang terkenal angker. Tidak
pernah ada penduduk desa Penyak yang berani memasuki hutan. Menurut
mereka, hutan itu dihuni oleh hantu, jin, setan, dan dedemit yang sangat
menyeramkan. Mereka percaya, siapa pun juga yang nekat memasuki hutan
itu akan berakhir dengan kematiannya karena dimangsa makhluk-makhluk
gaib yang menyeramkan itu.
Warga desa Penyak secara turun-temurun memang tidak berani memasuki hutan angker itu. Namun, tidak bagi Paga!
Paga tidak hanya berniat memasuki hutan angker itu melainkan juga
hendak membuka hutan untuk dijadikannya lahan garapan bercocok tanam.
Beberapa warga desa yang mengetahui rencana Paga itu mencoba menasihati
agar Paga mengurungkan niatnya. Saran mereka, “Paga, daripada engkau
mati konyol di dalam hutan angker itu, sebaiknya engkau urungkan saja
niatmu. Masih banyak lahan di desa Penyak ini yang dapat engkau garap.”
Namun, Paga bersikeras untuk tetap memasuki hutan angker itu. Warga
desa Penyak akhirnya membiarkan Paga untuk mewujudkan rencananya.
Sesungguhnya Paga tidak asal nekat. Beberapa minggu sebelumnya, Paga
memergoki beberapa orang asing memasuki hutan angker itu secara
sembunyi-sembunyi. Paga mengetahui, mereka bukan warga desa Penyak.
Mungkinkah mereka berhubungan dengan para perampok dan penjarah yang
sangat meresahkan warga desa Penyak selama itu?
Paga sangat penasaran. Ia yakin, orang-orang asing yang memasuki
hutan angker secara diam- diam itu berhubungan dengan para perampok yang
sangat meresahkan warga desa Penyak.
Dengan membawa peralatan kerja, Paga mulai memasuki hutan angker.
Dari pinggir hutan hingga memasuki hutan, Paga tidak menemukan halhal
yang mencurigakan. Tidak pula ia dihadang aneka makhluk gaib menyeramkan
seperti yang dituturkan warga desa Penyak. Yang ditemuinya adalah
kelebatan hutan dan aneka hewan hutan yang berlarian dan beterbangan
ketika berjumpa dengannya.
Di tempat yang dirasanya cocok, Paga mulai menebang pohon-pohon. Ia
hendak berladang di tempat itu. Sejak pagi hingga sore hari Paga bekerja
keras menebang pohon dan membersihkan tempat itu. Jika malam tiba, Paga
tidur di atas dahan pohon besar. Berminggu-minggu Paga bekerja seorang
diri hingga lahan untuknya bercocok tanam akhirnya jadi dan siap untuk
ditanami.
Ketika Paga tengah sibuk menyiapkan lahan garapannya di hutan angker,
warga desa dikejutkan dengan adanya berita menghebohkan. Para perompak
ganas akan beraksi di desa Penyak. Mereka tidak hanya akan mengambil dan
merampas harta benda yang dimiliki warga desa, melainkan juga akan
menculik dan memaksa warga untuk dijadikan budak belian.
Warga desa Penyak segera mengungsi ke tempat yang aman. Mereka pergi
berbondong-bondong meninggalkan desa seraya membawa harta benda yang
dapat mereka bawa. Hewan-hewan ternak milik warga turut pula diungsikan.
Berita itu ternyata benar adanya. Beberapa waktu setelah semua warga
desa Penyak mengungsi, para perompak ganas tiba di desa Penyak. Mereka
dipimpin Si Biru, kepala perompak yang terkenal kejam dan sangat
ditakuti. Amat terperanjat mereka mendapati keadaan desa Penyak yang
sepi tiada penghuni laksana desa Penyak itu desa mati. Si Biru sangat
marah. Ia pun memerintahkan kepada segenap anak buahnya untuk membakar
dan menghancurkan rumah-rumah warga desa Penyak. Mereka lantas kembali
ke kapal mereka dengan tangan kosong. Kapal pun segera berlayar setelah
Si Biru memerintahkan untuk berangkat.
Kapal para perompok itu ternyata kemudian berlabuh tidak jauh dari
desa Penyak, di bagian tersembunyi di hutan angker. Setelah
menyembunyikan kapal, Si Biru dan segenap anak buahnya memasuki hutan
angker yang telah mereka jadikan markas sejak lama.
Kedatangan mereka sesungguhnya diketahui Paga secara tidak sengaja.
Dari tempat persembunyiannya, Paga terus mengamati dan mengikuti kemana
para perompak itu menuju. Akhirnya Paga mengetahui di mana para perompak
itu bermarkas yang ternyata tidak terlalu jauh dari bagian hutan yang
telah dipersiapkannya untuk lahan garapan!
Setelah mengamati kekuatan para perompak, Paga segera beraksi. Ia
menggertak dengan suara lantang yang sangat mengagetkan para perompak.
Selaku pemimpin perompak, Si Biru lantas menghadapinya dengan pedang
besar di tangan ketika melihat Paga muncul dari tempat persembunyiannya.
Si Biru bahkan meminta puluhan anak buahnya itu untuk tidak membantunya
setelah ia melihat tubuh Paga yang kecil itu.
Sama sekali Paga tidak gentar berhadapan dengan Si Biru dengan
bersenjatakan pedang besarnya itu. Dengan tangan kosong dilayaninya
serangan Si Biru. Beberapa saat pertarungan itu terjadi dan pada
kesempatan yang tepat, Paga melancarkan serangan telaknya. Si Biru jatuh
terjerembap terkena pukulan keras Paga yang mendarat telak di ulu
hatinya. Begitu kerasnya pukulan Paga hingga pemimpin perompak ganas itu
jatuh pingsan karenanya.
Beberapa orang anak buah Si Biru bergegas mengurung Paga dan
beramai-ramai mereka mengeroyok pemuda bertubuh kecil namun amat
pemberani itu. Paga kembali menunjukkan kemampuan bertarungnya yang luar
biasa. Pukulan dan tendangan kerasnya membuat pengeroyoknya terjatuh.
Paga sengaja mengarahkan jatuhnya para perompak itu ke rerimbunan rumput
jelatang yang banyak tumbuh di hutan itu. Akibatnya, para perompak yang
jatuh ke rerimbunan rumput jelatang merasakan kulit mereka gatal dan
panas yang sangat menyiksa. Mereka berteriak-teriak kesakitan.
Para perompak yang lain merasa takut. Mereka menganggap Paga
mempunyai kesaktian yang luar biasa. Mereka pun beramai-ramai meletakkan
senjata mereka dan menyembah nyembah meminta ampun kepada Paga.
Setelah mereka menyatakan bertaubat, Paga lantas menyadarkan dan
menyembuhkan Si Biru serta beberapa perompak yang terluka akibat pukulan
dan tendangan kerasnya. Mendapati perlakuan Paga yang baik, Si Biru
akhirnya menyatakan taubat dan penyesalannya. Ia perintahkan seluruh
anak buahnya untuk menghentikan perbuatan jahat mereka dan kembali
meniti jalan kebaikan seperti yang disarankan Paga. Si Biru menyebut
Paga sebagai pemimpin mereka dan ia siap menjalankan perintah Paga.
Bahkan Si Biru dan seluruh anak buah membantu Paga dalam membabat hutan.
Mereka bergotong royong membuat lahan pertanian. Dengan kerja keras
mereka, lahan pertanian pun segera tercipta. Para bekas perompak itu
mulai berladang, menanam aneka tanaman pangan. Mereka juga mendirikan
rumah-rumah di dekat ladang garapan mereka.
Desa Penyak berubah menjadi desa yang aman setelah para perompak itu
meninggalkan pekerjaan jahat mereka. Warga desa sangat berterima kasih
kepada Paga. Mereka juga sadar, aneka makhluk gaib menyeramkan yang
selama itu menghuni hutan angker itu ternyata bohong. Kabar bohong itu
ternyata diberitakan dan disebarluaskan oleh para perompak untuk
menakut-nakuti warga desa Penyak agar markas persembunyian mereka tidak
diketahui warga desa Penyak.
Paga hidup berbahagia bersama Si Biru dan puluhan bekas perompak yang kesemuanya telah dianggapnya sebagai sahabat.
No comments:
Post a Comment