Alkisah
di pantai utara kadipaten Pati, hiduplah seorang gadis yang sangat cantik
jelita. Ia bernama Roro Mendut. Ia adalah putri seorang nelayan. Kecantikan
Roro Mendut sangat tersohor, hingga beritanya sampai kepada Adipati Pragolo II,
penguasa Kadipaten Pati. Adipati Pragolo penasaran dan ingin melihat Roro
Mendut. Ternyata benar. Roro Mendut luar biasa cantiknya. Adipati Pragolo pun
langsung terpesona.
Adipati
Pragolo melamar Roro Mendut untuk di jadikan selir. Namun Roro Mendut menolak.
Adipati Pragolo tidak menyerah. Berulang kali ia melamar Roro Mendut. Roro
Mendut tetap menolak dan mengatakan bahwa ia sudah punya kekasih, yaitu
Pranacitra, pemuda desa yang tampan, anak seorang saudagar kaya raya. Adipati
Pragolo marah. Maka ia pun menyuruh pengawalnya untuk menculik Roro Mendut.
Suatu
siang, saat Roro Mendut sedang menjemur ikan, tiba-tiba ia diseret paksa oleh
dua orang pengawal kadipaten. Ia dinaikkan ke kuda dan di bawa ke kadipaten.
Karena tetap tidak mau di jadikan selir, maka ia pun di pingit di dalam
kadipaten.
Saat
itu Kadipaten Pati berada di bawah kekuasaan kerajaan Mataram yang dipimpin
oleh Sultan Agung. Karena Kadipaten Pati tidak membayar upeti, maka Sultan
Agung memerintah panglima perangnya, yaitu
Tumenggung Wiraguna, untuk menyerang kadipaten Pati. Kadipaten Pati yang
tidak siap siaga menjadi kalang kabut dan akhirnya kalah. Tumenggung Wiraguna
pun dibunuh oleh Adipati Pragolo dengan menggunakan senjata Baru Klinthing.
Maka seluruh kekayaan beserta orang-orang di Kadipaten pati diboyong ke
Mataram.
Saat
itulah Tumenggung Wiraguna melihat Roro Mendut. Ia terpesona dan langsung
melamarnya untuk di jadikan selir. Roro Mendut menolak dan mengatakan bahwa ia
sudah punya kekasih. Tumenggung Wiraguna marah. Sebagai hukuman, ia
mengharuskan Roro Mendut untuk membayar upeti. Roro Mendut mencari cara untuk
memperoleh uang, guna membayar upeti. Maka iapun meminta ijin untuk berjualan
rokok di pasar. Karena kecantikannya yang luar biasa, maka dagangannya pun
laris manis. Bahkan putung hasil isapannya pun laris terjual dengan harga
mahal.
Suatu
hari Roro Mendut bertemu Pranacitra yang selalu mencarinya. Mereka pun
berencana untuk melarikan diri. Sesampainya di kerajaan, Roro mendut pun
menceritakan ihwal pertemuannya dengan Pranacitra dan rencana mereka untuk
melarikan diri dari kerajaan Mataram, kepada dua orang selir Tumenggung
Wiraguna yang tidak setuju Tumenggung menambah selir lagi.
Dibantu
oleh dua orang selir tersebut, Roro Mendut berhasil melarikan diri bersama
Pranacitra. Namun sayang, usaha mereka diketahui oleh pengawal kerajaan. Maka
Roro Mendutpun dibawa pulang ke kerajaan. Sementara itu, tanpa sepengetahuan
Roro Mendut, Pranacitra dibunuh, dengan harapan Roro Mendut mau menikah dengan
Tumenggung Wiraguna.
Tumenggung
Wiraguna kembali mendesak Roro Mendut agar mau jadi selirnya.
“Tidak.
Saya sudah punya calon suami” Kata Roro Mendut.
“Percuma
kamu mengharapkan laki-laki itu. Dia sudah mati.” Kata Tumenggung Wiraguna.
“Tidak
mungkin. Saya baru saja bertemu dia.” Timpal Roro Mendut.
“Kalau
tidak percaya, ayo, kuantar ke makamnya.” Kata Tumenggung Wiraguna.
Melihat
makam itu, Roro Mendut menjerit histeris.
“Sudahlah,
tidak ada gunanya meratapi orang yang sudah mati.” Kata Tumenggung Wiraguna.
Maka
Roro Mendut ditarik paksa agar kembali ke kerajaan. Roro Mendut meronta-ronta.
Dan saat tangannya terlepas dari genggaman Tumenggung Wiraguna, secepat kilat
ia menyambar keris milik Tumenggung Wiraguna dan segera berlari ke makam
Pranacitra.
“Jangan
Roro Mendut!” Tumenggung Wiraguna berusaha menyusul untuk menghentikan Roro
Mendut.
Tetapi
terlambat. Roro Mendut telah menancapkan keris itu ke tubuhnya, dan ia pun
roboh di atas makam Pranacitra.
Tumenggung
Wiraguna sangat menyesal. Seandainya ia tidak memaksa Roro Mendut menjadi
selirnya, tentu ia tak akan bunuh diri. Sebagai ungkapan penyesalannya, maka ia
pun memakamkan Roro Mendut satu liang dengan Pranacitra.
No comments:
Post a Comment