Pada suatu masa, hiduplah tiga orang
kakak beradik yatim piatu. Mereka adalah gadis-gadis yang menjadi kembang desa
yang dikenal karena kecantikannya. Ketiga kakak beradik itu tinggal di sebuah
gubuk sederhana dan bekerja sebagai penumbuk padi. Mereka mendapatkan upah
beras segelas jika berhasil menumbuk padi seikat. Sejak ditinggal oleh kedua
orangtuanya, mereka selalu berusaha hidup sederhana.
Dari ketiga gadis itu, Si Bungsu
Rarang-lah yang mempunyai perangai paling rajin dan baik hati. Hal ini membuat
orang-orang di desanya lebih menyukai Si Bungsu. Sayangnya, kedua kakaknya
selalu memanfaatkan kebaikannya itu. Terkadang, Si Bungsulah yang harus
menyelesaikan pekerjaan kakak-kakaknya menumbuk padi agar pemilik padi tidak
marah. Jangankan imbalan yang di dapat Si Bungsu, ucapan terima kasih atas
pekerjaannya pun tidak ia dapat.
Suatu hari, tiga gadis itu
hendak mencuci pakaian di sungai. Sesampainya di tepi sungai, Si Sulung
menyerahkan bakul cuciannya ke tangan Si Bungsu Rarang.
“Aku, kan, kakak sulungmu. Sudah
sepantasnya kau membantuku mancucikan semua bajuku,” tegur Si Sulung garang.
“Baik, Kakak. Letakkan saja bakul
cucianmu di sini,” jawab Si Bungsu dengan ramah.
Kemudian datang lagi kakak kedua, “
Hei, Bungsu. Kulihat cucianmu tidak banyak. Hari ini aku sibuk sekali. Tolong
cucikan pakaianku, ya! Cuci yang bersih” ujar kakak kedua.
Si Bungsu mengangguk dan berkata, “Akan
segera kucuci semua bajumu, Kak.”
“Yuk, kita pulang dik, biarkan si
bungsu yang mencuci baju kita.” Ujar si sulung.
“Iya kak, lagipula aku ingin bersantai
di rumah.” Ujar kakak kedua.
“Jangan lupa cuci yang bersih”. Ujar
kakak kedua.
“Baik kak.” Ujar si bungsu.
Semua kakak Rarang menggunakan berbagai
alasan untuk memperdaya adik bungsunya itu. Senja hampir tiba, namun Si Bungsu
belum lagi menyelesaikan seluruh cuciannya. Tubuhnya keletihan. Tenaganya
terkuras. Tapi dia harus menyelesaikan semua cucian kakaknya. Saat malam mulai
pekat, Si Bungsu baru bisa selesai mencuci.
“Alhamdulillah, cucian sudah selesai.
Aku sangat letih dan lapar.” Ujar si bungsu.
Sesampainya di rumah, jangankan
disuguhi makan malam yang nikmat, segelas air putih penghilang dahaga pun tidak
ia peroleh.
“Assalamu’alaikum,” ujar si bungsu
Wa’alaikumsalam.” Ujar kedua
kakaknya(dengan nada jutek)
“Mana cucianku? Kok lama sekali? Dasar
Lamban! Bagaimana kau bisa kaya jika kerjamu lamban begini,” umpat kakak sulung
semena-mena. Si Bungsu hanya dapat tertunduk.
“Hei, Bungsu. Mengapa cucianku masih
berpasir seperti ini! Dasar kau tak becus bekerja!” tambah kakak kedua.
“Maafkan aku kak,” ujar si bungsu.
“Jangan-jangan Kau sengaja kan membuat
pakaian kami jadi seperti ini?” ujar kakak kedua.
“Apakah itu benar bungsu?”ujar si sulung.
“Ituuuu tidak benar kak.” Ujar si
bungsu.
“Alahh bilang saja kau sengaja, dasar
lemot” ujar kakak kedua.
Si Bungsu sangat sedih. Tubuh letihnya
terasa mau ambruk. Ia tak lagi punya kekuatan untuk menangis. Ia jatuh tertidur
tanpa sempat melaukan pekerjaannya menumbuk padi. Jadialah ia tidak mendapatkan
beras hari ini. Keesokan harinya, ia terbangun dengan perut lapar.
“Aduh, perutku lapar sekali.” Ujar si
bungsu.
Ia melihat kakaknya dengan lahap
sarapan pagi.
“Heh, bungsu cepat kau timba air di
sumur untuk mandi kita.” Ujar kakak sulung
“Kakak aku sangat letih dan lapar,”
ujar si bungsu
“Emang kita pikirin?cepatlah” ujar
kakak kedua
“Baiklah.” Ujar si bungsu
Dengan segenap tenaga yang tersisa, ia
menimba air, setelah itu ia berlari ke dalam hutan. Ia sampai di tepi
sebuah danau. Ia bersimpuh di atas sebuah batu di tepi danau. Airmatanya
mengalir dan ia tersedu sampai ia kelelaha. Di sana, seolah Si Bungsu ingin
menumpahkan semua perasaannya pada danau dan batu yang bisu.
“Kenapa kakak-kakakku memperlakukanku
seperti ini?kenapa?” ujar si bungsu
Tiba-tiba, di permukaan danau muncullah
seekor ikan mas yang warnanya sangat berkilauan. Ia memanggil Si Bungsu Rarang
“Apakah yang membuat gadis cantik dan
baik sepertimu sampai berurai air mata begini?” kata ikan mas.
Si Bungsu sangat terkejut melihat
seekor ikan dapat berbicara. Ia menjawab ikan itu dengan terbata-bata.
“A..a...ku...Aku sedih karena
kakak-kakakku tidak menyayangiku. Mereka memperlalukan aku dengan buruk. Aku
senang bisa membantu mereka, tapi aku tak sanggup jika terus diperlakukan bagai
pesuruh,” isak Si Bungsu.
“Jangan menangis gadis cantik, usap air
matamu, aku akan menjadi temanmu.” Ujar ikan mas.
“Terimakasih ikan mas, aku akan
memberimu nama leungli, bagaimana?” Ujar si bungsu.
“Nama yang bagus.” Ujar ikan mas.
“Kau bias dating kesini kapanpun kau
mau, jika kau ingin bertemu denganku sebut namaku tiga kali dan memercikkan
air, maka aku akan dating.” Ujar ikan mas
“Baiklah ikan mas, ahh, hari sudah
sore, aku harus pulang, jika aku terlambat maka aku akan dimarahi
kakak-kakakku, sampai jumpa ikan mas.” Ujar si bungsu
Dengan lari terburu-buru si bungsu
mendengar teriakan minta tolong, kemudian si bungsu menghampiri suara itu. Ia
melihat seorang pemuda yang terluka, lalu ia menghampirinya
“Tolong aku, aku terkena batang pohon.”
Ujar pemuda itu.
“ Baiklah, tunggu sebentar aku carikan
tumbuhan obat untuk meringankan rasa sakitmu.” Ujar si bungsu.
Lalu si bungsu membalurkan tanaman obat
ke kaki si pemuda itu.
“Akhh…sakit.” Ujar pemuda itu
“Nah, berarti obatnya bereaksi, tidak
apa-apa ini tidak akan lama.” Ujar si bungsu
“Terimakasih, siapa namamu?” ujar
pemuda itu.
“Namaku Rarang.” Ujar si bungsu
“Namaku Raden, terimakasih atas
bantuanmu, aku tidak tahu jika tidak ada kamu.” Ujar raden.
“Raden, kau tidak apa-apa?.” Ujar teman
raden
“Lama sekali kau, untung saja ada
rarang yang menolongku.” Ujar Raden
“Maafkan aku, ayo kita pulang, kita
obati di rumah saja.” Ujar teman raden
“Terimakasih rarang, kami pulag dulu.”
Ujar teman raden
“Iya sama-sama.” Ujar si bungsu.
“Sial, hari sudah sore, aku harus
buru-buru pulang, jika tidak kakak-kakakku akan memarahiku.” Ujar si bungsu
Setelah tiba di rumah.
“Assalamu’alaikum.” Ujar si bungsu
“Dari mana saja kau, jam segini baru
pulang, kita kelaparan di rumah tidak ada makanan.” Ujar kakak sulung
“Iya, cepat buatkan kami makanan, kami
lapar.” Ujar kakak kedua.
“Baik kak.” Ujar si bungsu
Si bungsu bergegas ke dapur untuk
mempersiapkan makanan untuk kakak-kakaknya. Si bungs uterus memikirkan pemuda
itu, sampai-sampai dia salah memasukkan gula ke dalam masakannya itu.
“Bungsu, mana makananku.” Ujar kakak
sulung
“Cepatlah bungsu.” Ujar kakak kedua
“Iya kakak, ini.” Ujar si bungsu
“Mblehhhhh…apaan nih masa teur ceplok
manis banget, kau sengaja kan ingin menjailiku.” Ujar kakak kedua
“Iyah nih, manis banget, kamu bias
masak tidak?” ujar si sulung
“Maafkan aku kak, aku tidak sengaja
memasukkan gula ke dalam telur ceplok.” Ujar si bungsu.
“Alah alasan saja.” Ujar si sulung
Si bungsu pergi ke kamar, dan menangis
sambil melihat foto kedua orangtuanya.
“Bapak ibu, bungsu kesepian, bungsu
kesal kepada kakak-kakak bungsu, mengapa mereka seperti itu kepada bungsu,
padahal bungsu selalu mau membantu mereka, bungsu rindu bapak dan ibu.” Ujar si
bungsu.
Keesokan harinya dengan gembira si
bungsu seperti biasa mencuci pakaian di sungai. Ikan ma situ selalu membantu
mencuci pakaian si bungsu. Dengan di bantu oleh ikan ma situ, waktu mencuci
baju sangat singkat. Setiap si bungsu datang si leungli selalu memberinya
sebungkus nasi. Karena Si leungli tahu jika si bungsu jarang makan.
Kakak-kakaknya kaget melihat si bungsu
pulang lebih awal.
“Heh bungsu cucian kami sudah kau cuci
bersih semua?” ujar kakak sulung
“Sudah saya cucikan semua, saya ingin
istirahat kak.”ujar si bungsu
“Kakak curiga tidak kepada si bungsu?
Belakangan ini dia jarang menangis dan pulang lebih awal.” Ujar kakak kedua
“Iya dik, kakak curiga sama dia, besok
kita ikuti dia.” Ujar s sulung.
“Oke sip.” Ujar kakak kedua
Keesokan harinya mereka mengikuti si
bungsu mencuci di sungai. Ternyata dia di bantu oleh ikan mas yang berwarna
keemasan. Mereka kaget dan merencanakan sesuatu. Setelah si bungsu pulang ke
rumah, kakak-kakaknya pergi ke sungai untuk menangkap ikan ma situ untuk di
jadikan makan malam mereka.
Sore harinya, sepulangnya Rarang dari
menumbuk pasi, ia terkejut melihat kakak-kakaknya menyiapkan makan malam.
“Wah, ada acara apa ini , Kak? Mengapa
Kakak memasak segini banyak?” tanya Rarang.
“Sudahlah, tidak usah banyak tanya.
Cepat kita makan pepes ikan ini. Mumpung masih hangat. Perutku lapar sekali,”
ujar kakak sulung.
Rarang merasa senang karena
kakak-kakaknya mulai memperhatikan dirinya. Ia pun makan dengan lahap.
Kedua kakak Rarang saling lirik penuh
kemenangan.
“Ikan mas ini kuambil dari danau di
dalam hutan sana, Dik Rarang. Masih segar, jadi rasanya lezat,” ujar kakak
kedua.
Rarang terkejut bukan kepalang. Ia
sampai tersedak. Ia langsung beranjak dan lari ke dalam hutan. Di tepi danau,
Rarang menangis tersedu.
“Lengli... Leungli... Maafkan sahabatmu
yang tak berguna ini. Maafkan aku,” isak Rarang. Akan tetapi, tak ada lagi
keajaiban yang muncul dari dalam danau. Rarang pun pulang dengan langkah
gontai.
Sesampainya di rumah, Ia mengambil sisa
tulang-belulang Si Leungli yang telah dibuang di bak sampah. Dengan berurai air
mata, Ia pun mengubur Leungli di halaman rumahnya.
Tak disangka, keesokan harinya, di
tempat Rarang mengubur Leungli, tumbuhlah sebatang pohon yang daunnya berkilau
karena mengandung emas. Ternyata Leungli tidak sepenuhnya meninggalkan Rarang.
Ia tetap ada untuk rarang. Karena pohon itu, rumah Rarang menjadi sering
dikunjungi orang dari berbagai penjuru karena menganggap pohon itu sakti.
Anehnya, tak ada satu pun orang yang dapat memetik daun atau buah dari pohon
emas itu, melainkan Rarang. Kabar mengenai pohon emas ajaib itu sampai ke
keraton.
“Pangeran di desa dadapan ada
pohon, yang jika di petik daunnya atau buahnya akan menjadi emas.” Ujar
pengawal
“Benarkah itu?” ujar pangeran
“Benar pangeran, saya
mendapatkan informas itu dari sumber yang terpercaya, konon tak ada satu pun
orang yang dapat memetik daun atau buah dari pohon emas itu, yang berubah
menjadi emas melainkan pemiliknya, pangeran.” Ujar pengawal
Setelah mendengar kisah Leungli
sesungguhnya dan terkagum-kagum akan keluhuran budi, kebaikan, dan kecantikan
pemilik pohon ajaib itu.
“Ajaib sekali pohon itu.” Ujar pangeran
“Apakah pangeran ingin melihatnya
secara langsung?” ujar pengawal
“Iya, besok kau persiapkan, aku akan ke
sana.” Ujar pangeran
“Baiklah pangeran, saya permisi
keluar.” Ujar pengawal
“Ya.” Ujar pangeran
Setelah mendengar kisah Leungli
sesungguhnya dan terkagum-kagum akan keluhuran budi, kebaikan, dan kecantikan
pemilik pohon ajaib itu.
Keesokan harinya pangeran pun
bergegas pergi ke rumah pemilik pohon ajaib itu. Ia terkejut melihat Rarang.
“Kau,…” ujar raden
“Ha? Kau itu raden kan?orang
yang pernah kutolong di hutan itu?” ujar si bungsu
“Iya, waahhh kebetulan sekali
kita bertemu di sini.”
“Kau, pangeran?” ujar si bungsu
“Iya.” Ujar pangeran
“Maafkan aku pangeran, saya
tidak tahu kalau anda adalah pangeran.” Ujar si bungsu
Mereka pun bertemu dan saling
jatuh cinta. Akhirnya si putri bungsu diboyong ke keraton, dinikahi oleh
pangeran, dan mereka pun hidup bahagia bersama selamanya.
No comments:
Post a Comment