Pada sekitar abad ke-7 Kerajaan Barus Raya memerintahlah seorang raja
yang cukup ternama, Raja Jayadana. Kerajaan yang dibawahinya memasuki
era Islam berpusat di Kota Guguk dan Kota Beriang dekat Kadai Gadang
sekarang. Pada saat itu ada tiga kota besar di sana termasuk kota.
Kerajaan Barus tengah berada di puncak kejayaannya., berkat hasil bumi
yang melimpah ruahd an penghasil komoditi langka yang sangat dibutuhkan
pada zamannya. Sebutlah itu kapur Barus Raya terdapat pelabuhan tertua
di dunia yang menjadi salah satu pusat niaga internasional.
Terpenting dari segala kelebihan”ter” itu, raja Jayadana memiliki
seorang permaisuri (Ratu) Puteri Runduk yang cantik jelita. Bersamaan
dengan datangnya para saudagar dan pemerintahan negeri asing ke Barus
semakin santerlah berita mengenai kecantikan sang Permaisuri. Beberapa
raja yang terkesima mendengar beritanya kemudian hari
berspekulasihendakmerebut Putei Runduk. Dan sudah tentu, untuk dapat
memilikinya bukanlah hal mudah. Raja-raja yang kesemsem asmara antara
lain, Raja Janggi dari Sudan, Afrika dan Raja Sanjaya dari kerajaan
Mataram. Tentu belum terhitung para saudagar dan pelaut yang isi
kantongnya hanya udang dan kepiting. Dua kerajaan besar di atas sampai
menggelar kekuatan perang untuk mendapatkan dua kemungkinan : jatuhnya
Kerajana Barus yang makmur berikut ratu nan cantk jelita. Tetapi satu
orang dari antara mereka, Raja Cina datang memingan baik-baik.
Dalam gelar parade kekuatan ini, Raja Sanjaya dari Jawa berhasil
memenangkan pertarungan. Raja Jayadana tewas dan istrinya Puteri Runduk
berhasil ditawan. Dia terpaksa ditawan oleh karena tidak mau
dipersunting secara baik-baik. Soalnya raja Sanjaya beragama Hindu
sedangkan kerajaan Jayadan dikenal sebagai kerajaan Islam dan ini
menjadi sesuatu yang prinsip. Maka lahirlah pantun :
Kota Guguk Kota Bariang
Ketiga kota di Muara
Ayam berkokok hari siang
Puteri Runduk ditawan Jawa
Tetapi rupanya diam-diam Raja Janggi menghimpun kekuatan dan
menyerang pasukan Sanjaya secara membabi buta. Panik oleh karena
pertempuran baru terjadi di wilayah Barus membuat kota Guguk dan pusat
istana kerajaan porakporanda. Sementara Raja Janggi berhasil
mempecundangi Raja Sanjaya, sekelompok pengawal setia yang tersisa dari
istana kerajaan Jayadana bersama para dayang-dayang menyingkirkan Ratu
Puteri Runduk dari kerajaan para diktator ke pulau Morsala. Dalam
pelarian inilah peralatan yang dibawa rombongan Puteri Runduk berceberan
sepanjang pulau-pulau, maka dinamailah pulau-pulau tersebut sesuai nama
barang yang tercecer, antara lain : Pulau Situngkus, Pulau Lipat Kain,
Pulau Terika, Pualu Puteri dan lain-lain.
Raja Janggi mengejar sampai ke Pulau Morsala dan ketika hendak
mendekap ratu yang sudah di muka hiudng,Puteri Runduk memukulkan tongkat
bertuah akar bahar (tongkat warisan RajaBarus) ke kepala Raja Janggi.
Berikut pantunnya :
Pulau Puteri Pulau Penginang
Ketiga Pulau anak Janggi
Lapik putih bantal bermiang
Racun bermain dalam hati
Servisnya baik karena lapik putih, tapi sayang bantalnya bermiang,
orang yang tidur jadi gatalan. Pantun lain pendukung menyebut, lebatlah
hujan di Morsala/Kembanglah bunga para utan/bintang di langit punya
salah/ombak di laut menanggungkan; pulau Talam Pulau tarika/ketiga pulau
lipat kain/sauh putus pendarat patah/haluan berkesar ke jalan lain.
Dalam pengejaran yang tak putus-putus, si wanita lemah nan rupawan
Puteri Runduk putus asa dan melompat ke laut…hilang tanpa bekas.
Salah satu pembantunya yang setia bernama Sikambang Bandahari seorang
pemuda yang sehari-harinya dalam urusan rumah tangga kerajaan, anak
nelayan miskin. Maka, merataplah Sikambang dengan sedihnya, meratap
kehilangan majikan, menyesali tindakan bunuh diri sang permaisuri,
menyesalsikap brutal raja-raja lalim, menyesali dirinya yang tak kuasa
mempertahankan keselamatan Puteri Runduk. Ratapan Sikambang memanjang
tak putus-putus, dari hari ke hari, ratapan legendaris yang menyinggung
segala aspek, kemashuran, kejayaan, kedamaian sampai gambaran kecantikan
puteri-puteri Barus dan sebagainya.
Kerajaan Islam Puteri Runduk pada jayanya kaya dengan seni dan
budaya. Abad ke-7 M, masyarakat pesisir sudah memiliki kebudayaan
sendiri, berikut keseniannya seperti serampang 12, bersanggu gadang,
bakonde, berinai, mengasah gigi, turun air, berkambabodi, berkelambu
kain kuning, berpayung kuning, bertabir langit-langit dan sebagainya.
No comments:
Post a Comment