Saturday, 4 June 2016

Legenda Gunung Batu Bangkai

Dahulu, di Loksado ada seorang anak bernama Andung yang tinggal berdua saja dengan ibunya yang ia panggil dengan Uma. Ibunya adalah seorang janda yang miskin. Andung mempunyai keahlian mengobati berbagai macam penyakit. Bakat ini ia peroleh dari almarhum ayahnya.
Meskipun hidup mereka sangat sederhana, Andung dan ibunya saling menyayangi. Setiap hari, Andung pergi ke hutan untuk mencari kayu dan menjualnya ke pasar, sedangkan ibunya mencari buah-buahan.
Pada suatu hari ketika baru menyelesaikan pekerjaannya di hutan, tiba-tiba Andung mendengar suara orang menjerit. Andung segera mendatangi arah suara itu. Ternyata, ia menemukan seorang kakek yang terluka, karena kakinya terjepit batang pohon yang tumbang. Andung segera menolong kakek itu dan mengobati lukanya.
Sang kakek merasa sangat berterima kasih kepada Andung. Lalu, ia mengambil sesuatu dari dalam kantong kulit yang dibawanya. Ia mengeluarkan seutas kalung.
“Nak, aku tidak punya apa-apa untuk membalas budi kepadamu. Namun, ambillah kalung ini untukmu. Mudah-mudahan, suatu saat akan membawa keberuntungan bagimu,” ujar sang kakek.
Andung pulang ke rumah dan menceritakan kepada ibunya.
“Kakek itu memberiku kalung ini, Uma. Biarlah Ibu yang menyimpannya,” kata Andung.
Ibunya memerhatikan kalung tersebut dengan saksama, “Ibu yakin ini bukan kalung biasa. Kalung ini terlihat sangat indah.”
Suatu saat, Andung berniat merantau mencari kehidupan yang lebih baik.
Namun, ia bingung karena jika ia pergi, ibunya tak ada yang menemani. Itulah hal yang selalu menghantui pikiran Andung. Seiring dengan berjalannya waktu, keinginan untuk pergi merantau lebih besar daripada kekhawatirannya tentang hidup ibunya. Karena itu, ia pun mengutarakan niatnya itu.
Semula ibunya sangat keberatan. Namun, melihat keinginan keras anaknya, ia merasa tak mungkin dapat menolak selain merestuinya.
“Berjanjilah kepada Ibu. Jika kau sudah berhasil, kau harus pulang. Jangan tinggalkan Ibu terlalu lama” kata lbu Andung sambil berlinang air mata.
“Andung berjanji, Ibu. Andung akan cepat kambali,” ucap Andung
“Berangkatlah sebelum gelap sampai di hutan. Bawalah kalung yang diberikan kakek yang kau tolong waktu itu. Mungkin ini akan membawa keberuntungan juga untukmu,” Ibu Andung memberikan kalung itu kepada anaknya.
Andung berangkat merantau. Ia berjalan sangat jauh, keluar masuk hutan dan lembah, melewati perkampungan-perkampungan. Di tengah perjalanan, ia menyempatkan diri mengobati orang-orang yang membutuhkan pertolongan.
Setelah beberapa bulan berlalu, sampailah pemuda itu di Kerajaan Basiang. Kerajaan itu terasa sepi, tidak banyak orang berlalu-lalang di luar rumah. Andung bertemu dengan seorang petani yang sedang sakit. Tubuhnya dipenuhi kudis. Andung mengobati petani itu hingga sembuh.
Ia baru mengetahui bahwa tengah terjadi wabah penyakit kulit di kerajaan itu.
Petani tersebut berhasil disembuhkan oleh Andung. Ia meminta Andung untuk tinggal bersamanya sebagai ungkapan rasa terima kasih. Akhirnya, kesembuhan petani tersebut membawa penduduk lain datang dan meminta pertolongan Andung. Semakin hari, semakin banyak yang berhasil disembuhkan oleh Andung.
Keberhasilan Andung menyembuhkan banyak orang terdengar ke telinga Raja Basiang. Lalu, Sang Raja meminta Andung untuk datang ke istana untuk mengobati putrinya yang sudah beberapa minggu terbaring sakit.
“Ampun, Paduka. Hamba bukanlah seorang tabib. Hamba mohon ampun jika ternyata hamba tidak berhasil.”
Andung memerhatikan Sang Putri yang sedang terbaring lemah. Wajahnya cantik sekali. Diam-diam ia mengagumi wajah Sang Putri yang cantik jelita. Ia mulai mempersiapkan bahan-bahan ramuan untuk mengobati Sang Putri. Namun, kali ini ia tidak berhasil. Putri Raja tidak bergeming sedikit pun dan tidak menunjukkan tanda-tanda kesembuhan.
Andung kemudian teringat kalung pemberian kakek tua yang pernah ditolongnya. Kalung tersebut direndam di dalam sebuah wadah yang sudah disediakan. Kemudian, Andung berdoa pada Yang Maha Kuasa di depan air hasil rendaman kalung itu. Setelah berdoa, air tersebut diminumkan kepada putri.
Keajaiban terjadi, Sang Putri perlahan-lahan menggerakkan tubuhnya. Lalu, ia duduk dengan wajah berseri. Andung berhasil menyembuhkan putri kerajaan.
Raja Basiang sangat bersuka cita. Sebagai imbalan, ia menikahkan Andung dengan putrinya. Pesta pernikahan dilangsungkan dengan sangat meriah.
Kini Andung menjadi menantu Raja Basiang. Tidak lama setelah menikah, istri Andung pun hamil. Sifatnya menjadi lebih manja. Ia mengidam buah kasturi. Buah itu hanya ada di Pulau Kalimantan. Andung tahu di mana bisa mendapatkan buah kasturi. Ia mengerahkan para pengawalnya untuk berangkat ke Loksado. Sesampainya di Loksado Andung menyadari bahwa pohon kasturi itu tertanam persis di depan rumah ibunya.
Andung enggan bertemu dengan ibunya. Lalu, ia mengajak semua pasukannya untuk meninggalkan tempat itu dan mencari buah kasturi di tempat lain.
Namun, kedatangan mereka terdengar oleh ibu yang sedang berada di dalam rumah.
“Andung! Andung! Anakku!”” panggil sang ibu sambil berlinang air mata. Ia sangat bahagia telah menemukan putranya kembali.
Andung merasa malu kepada para pengawalnya.
“Hai, nenek miskin. Kau bukan ibuku. Aku adalah keturunan bangsawan, pergi kau dari sini!”
Ibunya terkejut bukan main. Ia tidak menyangka, Andung bisa sekasar itu. Sementara itu, Andung masih saja berteriak mengusirnya.
Dengan perasaan hancur, Ibu Andung pergi meninggalkan putranya. Hatinya benar-benar kecewa.
“Ya, Tuhan, anakku telah menjadi anak yang durhaka. Tunjukkanlah kekuasaan-Mu!” ujar Ibu Andung.
Tidak lama kemudian, cuaca menjadi mendung dan hujan turun disertai badai yang dahsyat. Petir menyambar tubuh Andung. Dalam sekejap, tubuhnya berubah menjadi batu. Bentuk batu tersebut seperti bangkai manusia. Akhirnya, penduduk menamakan wilayah itu sebagai Gunung Batu Bangkai.


No comments:

Post a Comment